Agen Poker Profesional

Friday, October 13, 2017

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Perjalanan Nikmat Ke Alas Purwo

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Perjalanan Nikmat Ke Alas Purwo | Kesalahanku yang paling fatal dalam hidupku adalah mencantumkan nomor HP-ku di setiap email balasanku pada pembaca yang ingin berkenalan denganku. Pada awalnya bahkan aku mencantumkan juga alamat dan nomor telepon rumahku. Karena berakibat sepanjang hari aku menerima banyak telepon, maka pada balasan email berikutnya aku hanya mencantumkan nomor HP-ku disertai persyaratan yang kuajukan.

Namun semua itu kurasa kurang efisien karena toh masih banyak pembaca yang nekad menghubungiku walau mereka masih belum memenuhi persyaratan yang kuminta untuk bisa berkenalan denganku. Maka mulai saat ini kuputuskan bahwa aku hanya akan membalas sekali saja email mereka.

Aku juga tidak akan mencantumkan nomor HP-ku. Baru setelah mereka memenuhi persyaratanku, akan kuberikan nomor HP-ku. Dengan demukian pembaca yang ragu-ragu atau hanya iseng saja bisa terseleksi dengan sendirinya. Terus terang apa yang mereka lakukan membuat hidupku tidak tenang dan terusik sekali.

Bisa dibayangkan, HP-ku berdering terus hampir tiap menitnya, sepanjang hari dan sepanjang malam, 24 jam sehari. Akibatnya pasien langgananku atau bahkan panggilan emergency dari Kebun Binatang Surabaya (KBS) tempatku bekerja, tidak dapat masuk karena HP-ku praktis dalam nada sibuk terus.

Dengan adanya kiatku yang baru ini untuk menyeleksi email yang masuk, maka kuharap para pembaca yang ingin berkenalan denganku lebih memakluminya. Mau tidak mau, suka tidak suka, aku saat ini sudah bagaikan seorang celebrity saja, walau hanya sebagai seorang celebrity di dunia maya saja.

Kisahku kali ini kumulai dengan adanya acara trip ke hutan lindung Alas Purwo, Banyuwangi. KBS bekerja sama dengan Taman Safari Indonesia (TSI) II Prigen, Pasuruan mengadakan peninjauan ke habitat asli banteng (Bos Javanicus). banteng yang dimaksud adalah banteng ‘pantat putih’, jadi banteng sungguhan dan bukannya banteng ‘moncong putih’ yang merupakan lambang salah satu partai politik di tanah air.

Hampir semua kepala seksi bidang konservasi ikut trip ini, demikian pula dengan dokter hewannya. Walau masih muda dan junior, aku termasuk dalam rombongan dokter hewan yang ikut trip ini.

Pada hari yang telah ditentukan, kami berangkat dari KBS menuju TSI II menggunakan mobil inventaris KBS. Seharian kami mengikuti workshop di Prigen, Pasuruan. Baru pada malam harinya seluruh peserta bergabung menuju hutan lindung Alas Purwo di Banyuwangi, yang konon tempatnya terkenal angker, ini menurut cerita yang kudapat dari teman-teman yang lebih berpengalaman dariku.

Peserta yang ikut bukan hanya dari TSI dan KBS saja, di antaranya ada juga para pengamat satwa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan media cetak maupun elektronik, bahkan juga beberapa orang pecinta satwa. Kami disediakan bus wisata milik TSI, namun ada juga beberapa wartawan maupun pecinta satwa yang membawa mobil sendiri, mungkin mereka ingin lebih bebas atau mungkin juga pulangnya nanti mereka tidak mau ikut rombongan.

Terasa sekali rasa kebersamaan kami saat itu. Dapat dibayangkan bagaimana serunya perjalanan kami, karena berkumpulnya wartawan maupun reporter TV yang ikut dari berbagai media di tanah air. Mereka datang dari berbagai daerah dan dari berbagai instansi media.

Kami duduk membaur dalam bus yang direncanakan akan tiba di hutan lindung Alas Purwo tepat pada dini hari saat matahari mulai terbit. Pada saat-saat itu biasanya para kawanan banteng mulai muncul untuk mencari makan rumput segar. Malam harinya banteng-banteng ini masuk ke dalam hutan dan pada pagi dan sore hari mereka biasa keluar merumput di padang sabana.


AGEN POKER TERPERCAYA - Pada malam harinya rombongan berangkat pukul 20.00 dari TSI. Kami beriring-iringan entah berapa mobil, tapi yang jelas busnya ada dua. Aku duduk di bus kedua di bangku agak paling belakang. Di sampingku duduk seorang wartawan dari Bandung, bernama Asep yang berusia 29 tahun, berarti setahun lebih muda dari aku.

Bangku panjang paling belakang di bus yang kutumpangi tidak ada penumpangnya karena dipakai untuk tempat tas, ransel dan peralatan kamera para wartawan foto. Jadi praktis posisi dudukku yang bersebelahan sebangku dengan Asep berada di deretan paling belakang.

Asep sejak awal sepertinya sudah menaruh perhatian padaku. Dapat kurasakan kalau dia memang sedang PDKT (pendekatan) denganku. Wajahnya lumayan dan masih bujangan. Awalnya aku memang cuek saja padanya, namun lama kelamaan timbul juga rasa simpatiku terhadap Asep.

Penampilanku malam itu mungkin juga membuat Asep lebih antusias untuk mendekatiku karena aku memakai hot pants pendek yang masuk kategori mini sekali. Lipatan bawahnya sangat tinggi sehingga lekuk antara bongkahan pantat dan pahaku dapat terlihat dengan sangat jelas. Demikian pula di bagian depannya, posisi ujung hot pants yang kukenakan posisinya lebih tinggi daripada pangkal selangkanganku sehingga memamerkan pahaku yang mulus dan sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus. Jika melihat bagian pahaku yang terbuka ini pasti akan membuat para peserta cowok menelan ludah.

Untuk atasannya aku memakai T Shirt tanpa lengan yang lebih pantas disebut singlet seadngkan dalamannya tanpa BH sehingga lekuk payudaraku yang sintal terlihat dengan jelas, demikian pula dengan tonjolan puting susuku yang seakan tertekan oleh T Shirt yang kukenakan saat itu. Sebagai penutup T Shirtku yang sexy, kupakai semi jacket yang tidak terlalu tebal, yang terbuat dari bahan kain celana katun yang biasa dipakai kaum pria. Lumayan juga untuk mengusir rasa dingin AC bus yang kutumpangi malam itu.

Kendaraan rombongan berjalan tidak terlalu kencang karena memang sudah direncanakan untuk jalan santai-santai saja sehingga subuh baru masuk ke dalam hutan Lindung Alas Purwo. Mungkin karena sudah pada kelelahan karena seharian harus mengikuti workshop, juga keadaan sudah malam, jadi waktunya untuk istirahat, maka sebagian besar penumpang bus sudah pada tidur.

Aku dan Asep masih saja mengobrol bercerita tentang macam-macam, mulai dari masalah satwa, masalah pekerjaan dan profesi kami masing-masing hingga urusan yang paling pribadi. Hubungan kami menjadi lebih akrab dalam perjalanan malam itu, dan Asep juga sudah banyak mengeluarkan jurus-jurus rayuannya.

Pada tengah malam, suhu dalam bus mulai terasa lebih dingin. Asep berbaik hati meminjamkan jacketnya untuk menutupi pahaku yang mulai kedinginan. Saat menutupi pahaku dengan jacketnya, Asep sengaja sedikit mengelus pahaku sambil berkata..

“Nat! Pahamu mulus sekali lho!” Aku membalas elusan tangan Asep ke pahaku dengan cubitan sambil sedikit mengancam..
“Awas kalau berani macam-macam ya”.

Mendengar ancamanku, Asep bukannya takut dan mundur, tangan kanannya malah dengan sengaja diletakkannya di pangkuanku dari dalam jacket yang dipinjamkannya hingga telapak tangannya langsung menyentuh kulit pahaku. Awalnya hanya diletakkan dan diam begitu saja hingga aku pun tidak berkeberatan. Posisi dudukku di sebelah kanan dekat jendela bus, dan Asep disebelah kiriku dan tangan kanannya diletakkan di pangkuan paha kiriku.

Aku pun mulai mencoba memejamkan mata untuk berusaha tidur, tapi terus terang keberadaan tangan Asep di pahaku membuat darah mudaku mengalir sedikit lebih cepat daripada biasanya. Rupanya Asep tidak diam begitu saja, tangannya kurasakan mulai mengelus pahaku. Awalnya hanya seakan tidak sengaja bergerak karena terguncang oleh guncangan bus, namun lama-kelamaan kurasakan sudah menjadi suatu rabaan yang membawa rangsangan di pahaku.

Aku tetap tidak memberikan reaksi sambil tetap berpura-pura tidur. Melihatku tidak menunjukkan aksi penolakan maka rabaannya semakin berani. Sekarang bahkan lebih mengarah ke atas ke bagian pangkal pahaku. Jari-jarinya juga mengelus bagian dalam pangkal pahaku hingga aku pun mulai horny. Apa lagi saat jari-jari tangan kanan Asep sudah semakin berani menyusup ke dalam lipatan hot pants-ku yang mini ini, karena di dalamnya aku hanya memakai CD model G String yang mini pula hingga ujung jarinya dapat langsung menyentuh bagian luar bibir vaginaku yang ditumbuhi bulu-bulu halus kemaluanku.

Aku saat ini memang sedang memakai CD model G String yang hanya terbuat dari seutas nylon melingkar di pinggangku, dengan ikatan di kanan dan kiri pinggang. Selebihnya dengan sejenis tali nylon yang sama tersambung di belakang pinggang melilit turun melingkari selangkanganku melalui belahan pantatku. Hanya di bagian depan saja terbuat dari secarik kain berbentuk segi tiga yang lebarnya tidak lebih dari seukuran dua jari yang fungsinya hanya dapat menutupi bagian luar lubang masuk liang vaginaku.

Dengan mudahnya jari-jari Asep berhasil menyusup masuk ke dalam hot pantsku dan langsung dapat menyentuh bibir bagian luar vaginaku. Aku merasa geli dan terangsang hingga ujung CD-ku terasa mulai lembab dan kakiku pun mulai bergeser, posisinya terbuka lebih lebar lagi dan kedua payudaraku juga bertambah keras karena nafsu birahiku yang sudah mulai merambat naik ke atas.

Situasi ini rupanya bisa dirasakan oleh Asep yang dengan serta merta langsung melepas kancing celanaku dan menurunkan gespernya ke bawah. Jarinya kini bukan hanya menyusup dari samping pangkal pahaku, tapi bahkan sudah langsung disusupkan dari atas, menyusup ke dalam segi tiga G Stringku dan langsung menyentuh bulu kemaluanku dan mendarat tepat di celah bagian atas lipatan vaginaku.

Ujung jarinya mencari-cari klitorisku yang hanya tersembul sedikit bagian ujung luarnya saja. Justru ujung bagian luar klitorisku yang tersembul keluar inilah yang bisa menimbulkan sensasi tersendiri saat tersentuh, dan ini memang yang sedang dicari oleh ujung jari Asep hingga begitu tersentuh oleh ujung jarinya, ujung klitorisku pun ditekannya sedikit dan dimain-mainkannya.

“Aa.. Aaff!” suaraku agak sedikit tertahan karena takut membuat teman yang lain akan terkejut dan terbangun.

Jari-jari Asep menyusup lebih ke bawah lagi, tepat di belahan bibir vaginaku. Digosoknya belahan bibir vaginaku yang sudah basah sejak tadi naik turun. Aku hanya mampu menggigit bagian bawah bibirku menahan ledakan dari dalam bagian bawah tubuhku.

Gesekan jari Asep semakin liar saja. Kini jarinya mulai ditusukkan ke dalam liang vaginaku sambil mengorek-ngorek bagaikan mata bor saja. Karena kondisinya yang sudah basah, jari Asep dapat dengan mudahnya masuk ke dalam liang vaginaku dan langsung menggaruk-garuk dinding bagian dalam vaginaku.

Gelombang orgasmeku akhirnya mengalir dengan derasnya menjebol pertahananku. Aku mengalami getaran yang dahsyat, badanku menggigil bagaikan orang yang tiba-tiba terserang kejang-kejang. Vaginaku mengedut beberapa kali beriringan dengan semburan cairanku yang keluar memenuhi liang senggamaku.

Akhirnya aku pun tertidur, dengan kondisi jari tangan Asep masih berada di dalam liang vaginaku sepanjang sisa perjalanan kami menuju hutan lindung Alas Purwo.

 Film Bokep Online

Posted by: 233POKER.COM

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Sarapan Pagi Yang Spesial

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Sarapan Pagi Yang Spesial | Sebut saja namaku Hendra, 19 tahun. Aku seorang mahasiswa di salah satu PTN di kotaku, kota A saat ini aku baru tahun pertama kuliah. Aku akan menceritakan pengalaman seksku, memang bukan yang pertama tapi masih asyik untuk diceritakan. Aku teringat pengalamanku dengan adik sepupu ibuku.

Kejadian ini terjadi kira-kira 1 bulan yang lalu. Ketika itu saat liburan semester 1, aku pergi ke kota P dimana di kota itu aku dilahirkan. Memang kepergianku itu sudah lama kurencanakan dandidorong oleh sepupu ibuku yang di kota P, (aku memanggilnya dengan sebutan mama, sedangkan ibuku sendiri kupanggil ibu). Karena aku selalu dimanja dan menganggapnya benar-benar seperti ibuku sendiri.

Baiklah aku akan menceritakan sedikit tentang keluarga mamaku ini. Ia berumur lebih kurang 43 tahun, wajahnya lumayan cantik, badannya tinggi kira-kira 167 cm, ukuran dadanya lumayan besar 36 C, terlihat sangat menantang juka berdiri tegap. Rambutnya ikal sebahu lebih sedikit, pinggangnya ramping dan pantatnya aduhai cukup menggairahkan diusianya yang sudah melebihi 40 tahun ini.

Dan mengenai suaminya, bekerja di sebuah perusahaan yang cukup terkenal, dan hanya akan pulang 3 hari dalam 2 minggu, anak-anaknya yang pertama cewek umur 21 tahun sekarang sedang studi di luar propinsi kota P, dan yang kedua cowok sebaya denganku tapimasih sekolah di salah satu Sekolah Kejuruan di kota P.

Aku sampai di kota P, hari senin pukul 03:00 siang, karena aku memang sengaja berangkat dengan perkiraanku sampai di kota P sore hari karena aku akan bisa istirahat di malam harinya. Tapi sialnya aku saat itu malah tidak bisa istirahat karena aku selalu diganggu sepupuku yang masih sekolah itu. Dengan ajakan kemana-mana. Tapi memang dasar suka bermain, akhirnya aku pergi juga malam harinya.

Aku memang sangat rindu akan keadaan kota P, karena memang sudah 3 tahun lebih aku tidak pernah ke kota P, ditambah lagi dengan saudaraku ini yang karena sebaya dan setipe denganku, sebut saja nama saudaraku itu Jermy. Malam itu, karena aku belum istirahat dan di tambah lagi dengan pergi jalan-jalan aku langsung tergeletak tidur sampai pagi harinya, aku terbangun kira-kira pukul 09:00 pagi. Kulihat Jermy sudah tidak ada pasti sudah pergi sekolah, pikirku.

Aku langsung mandi. Sehabis mandi aku berencana mau sarapan di lantai bawah, karena memang rumah sepupuku ini memang cukup besar dan berlantai 2. Aku sampai di bawah dan melihat mama lagi di dapur tidak tahu lagi ngapain. Sepertinya sedang bersih-bersih, aku melihat meja makan bundar yang terbuat dari marmer kosong tidak ada apa-apa di situ, tiba-tiba mama datang.
“Udah bangun Hend,” tanya mama.
“Udah Ma, udah mandi lagi khan udah wangi,” sambil mengangkat tanganku.
“Belum sarapan yach.” tanya mama lagi.
“Iyach belum Ma, sediain dong Ma Hendra khan lapar.” balasku dengan manja.
“Udah kamu duduk aja di menja makan, ntar Mama sediain yang special buat Hendra,” ujarnya sambil melangkah ke dalam kamarnya.


AGEN POKER ONLINE - Tak lama kemudian mama keluar, aku yang lagi bengong duduk di meja makan.
“Tunggu yach.” katanya singkat.
“Yup..” balasku.
“Sekarang kamu tutup mata biar Mama sediain buat kamu, sarapan special,” kata mama.
Tanpa banyak bertanya aku langsung saja menutup mata dan menunggu, gerangan apakah sarapan special buatku.
“Udah Mama.” tanyaku penasaran.
“Tunggu sebentar.” balas mamaku.

Aku merasa suaranya dekat sekali kalau tidak salah di meja makan, dan tiba-tiba ia memegang kepala dari arah depan. Aku sepertinya mencium sesuatu yang wangi yang pernah kukenal, belum habis aku melamun, mama berkata sambil mendekatkan kepalaku ke sumber bau yang cukup wangi itu.

“Udah kamu sekarang buka mata, dan cicipi sarapan specialmu.”
“Ahh..” aku terbelalak kaget saat melihat mama sudah tidak memakai apa-apa lagi. Ia duduk mengangkang di atas meja dari batu itu dan tangan kanannya memegang kepalaku. Jantungku berdegub kencang melihat selangkangan mama yang berwarna merah kekuningan, bulu halus yang tertata rapi di sekitar tepian lubang vaginanya, buah dadanya bergelayut indah. Penisku langsung terbangun dari tidurnya dan berdiri keras menyesakkan celana trainingku (aku memang suka memakai celana training di rumah).

“Ayo Sayang, cicipi sarapanmu.” katanya sambil mengedipkan sebelah matanya. Tanpa pikir panjang, aku yang telah pernah melakukan oral seks langsung menusukkan lidahku ke dalam vaginanya dan menyedotnya dengan penuh nafsu. Aku menghisap vaginanya dan mengeluar-masukkan lidahku di dalam vaginanya. “Aaah.. ehmm.. enak.. Sayang terusin.” desahnya. Klitorisnya kuhisap-hisap, ia semakin menggelinjang dan pantatnya terangkat sedikit, nafasku semakin memburu. Kakinya merangkul kepalaku dan menjepitnya dengan keras, aku nyaris kehabisan nafas. Tangan kananku mencari lubang pantatnya dan memasukkan jari tengahku ke dalamnya dan mengeluar-masukkan di lubang itu. “Ah.. ah.. ah.. oohh.. nikmat sekali Sayang..” ia semakin menggelinjang.

Kira-kira 12 menit lidahku bergerilya di vaginanya, aku turun ke bawah dan mengangkat kakinya. Aku melihat lubang anusnya berwarna kecoklatan dan langsung lidahku bermain di sana dan ia seperti buang air menahan nafas dan lubang pantatnya terbuka sedikit demi sedikit dan memudahkan permainan lidahku di dalam anusnya.

Setelah beberapa saat aku berdiri kemudian membuka pakaianku, ia hanya memandang sampaI aku membuka celana trainingku dan ia melotot tak bekedip melihat penis pusakaku telah berdiri tegap dan menantang.

“Wow.. besar sekali.” gumannya lembut, tapi masih dapat kudengar. Pusakaku ini memang kuakui besar untuk remaja seusiaku, panjangnya kira-kira 20 cm dengan diameter 6 cm. Ia langsung tengkurap di atas meja makan dan memegang penisku dan langsung mengeluarkan lidahnya.”Ah.. ehmm..” desahku, mulutnya mulai berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya tapi sepertinya kemaluanku terlalu besar untuk bisa muat di dalam mulutnya tapi karena ia tetap berusaha, aku menyentakan pinggulku ke depan, “Ehghhkk..” ia tersedak tapi kemaluanku berhasil masuk, walaupun sedikit sakit karena terkena giginya. Sepertinya mulutnya cuma pas buat ujungnya saja dan tanpaknya ia kepayahan dengan mulutnya tetap berisi kemaluanku.

Aku mulai memaju-mundurkan pantatku seolah-olah aku sedang menyetubuhi vaginanya, tapi tiba-tiba ia mencengkeram pahaku dengan kuat. Pandangannya seperti memohon untuk mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya dan akhirnya aku mengeluarkan dari mulutnya, aku hanya tersenyum melihat ia megap-megap. Setelah kemaluanku keluar dari mulutnya, “Hend.. kamu kasar..” katanya kembali memegang dan mengelus penisku dan aku menggelinjang ketika ia mulai kembali menghisap kepala kemualuanku, “Ah.. enak.. Ma.. Ma..” tanganku memegang rambutnya yang ikal dan tanpa sadar aku mengacak-ngacak rambutnya.

Lalu aku naik ke atas meja makan itu dan melakukan posisi 69 dan aku menyedot kembali vaginanya, belum lama aku menjilati vaginanya yang berbau wangi itu tubuhnya mulai mengejang dan mulutnya berhenti menjilati penisku dan kemudian ia memekik lirih. “Ohh.. ahh.. enakk.. Sayang..” Kemudian dari vaginanya keluar cairan putih. “Ser.. slur.. slur..” Cairan itu banyak sekali dan aku langsung menjilatinya dn menelan sampai habis dan membersihkan tepiannya. Ia mulai lemas dan aku rasanya mulai tak sabar untuk memasukkan penisku ke dalam lubang kemaluannya yang sudah mengkilap karena ludah dan maninya.

Aku turun dan menarik kakinya sehingga kedua kakinya terjuntai ke bawah dan aku mengarahkan kemaluanku ke vaginanya. “Yach.. masukkan sekarang Sayang..” nafas mama semakin memburu berartiia kembali bernafsu dan, “Bles.. shh..” penisku yang besar masuk ke dalam vaginanya tanpakesulitan lagi. “Ah.. beh.. shettss..” pekik mamaku merasakan kemaluanku amblas di dalam lembah kenikmatannya. Aku mulai mengocoknya. “Bleb.. bleb..” begitu bunyi ketika aku mulai mengocok kemaluanku dengan penuh semangat.

Mama hanya menggigit bibirnya menahan nikmat. Tanganku meremas kedua payudaranya yang menantang itu, putingnya yang besar berwarna coklat tua kuhisap dan meremasnya dengan kuat. “Akh.. ahh.. nikmhhmmat Sayanngg..” sambil memilin keduaputingnya secara bergantian, goyangan pinggulku kupercepat dan bergerak sangat beraturan. Aku naik ke atas dan mencium bibirnya dan memainkan lidahku di dalam rongga mulutnya dan lidah kami saling memilin dengan bibir saling menghisap. Kemaluanku terasa disedot-sedot oleh diding vaginanya dan terasa dipijit.

“Ma.. ahh.. enak sekali Ma..” aku semakin bersemangat.
“Heendraa.. lebih kencang..” rintihnya memberi semangat kepadaku, aku merasakan kemaluanku disedot dan badannya mulai mengejang kaku, aku tahu pasti ia sudah hampir pada puncaknya, aku mempercepat gerakanku dengan nafas ngos-ngosan dan tiba-tiba ia memekik sambil mencekeram bahuku dengan kuat.

“Ah.. Mama keluuaarr Sayang..” nafasnya turun naik, penisku terasa dijepit kuat sekali dan terasa semburan cairan kental panas yang banyak di sekitar kemaluanku dan sedotannya membuatku merasakan sesuatu pada diriku. Badanku terasa melayang dan “Ah.. ah.. owwhh.. Maammaaku keluar Ma..” teriakku di rumah yang besar ini. Ia malah mendekapku dengan kuat. Kemaluanku mengeluarkan sperma dengan banyak sekali mungkin sampai 7 kali sembur di dalam vaginanya, hingga spermaku memenuhi rahim mamaku, terasa penuh oleh campuran cairan mamaku dan spermaku sendiri.

Sepuluh menit kemudian aku mencabut kemaluanku dan mengelapnya begitu juga badanku yang mengkilat karena keringat. Mama pun bangkit dan kemudian aku berkata, “Wah.. enak sekali sarapan pagi special Ma..” candaku.
“Mau nambah..” kedip mata mamaku.
“Tentu dong, sapa takut..” ujarku meremas lembut dua bukit kembarnya.

Waktu itu pukul 11:30 siang. Kemudian aku bermain lagi dengan mamaku sepuasnya sampai Jermy pulang dan kemudian aku, mama dan Jermy makan siang bersama. Dalam makan siang aku selalu memandang mama seolah aku tidak percaya kalau aku telah melakukan permainan seks dengannya.

Siang itu, Jermy harus pergi praktek di tempat yang ditunjuk sekolah karena itu ia harus pergiselama seminggu.

“Ma.. Jermy akan pergi praktek lapangan kira-kira seminggu.” izin Jermy pada mamanya.
“Yach nggak pa-pa Sayang, khan itu keharusan.. itu khan untuk nilai lapor juga.”
“Hend.. jangan balik dulu ke A yach.. tunggu aku balik dari praktek, baru kamu balik ke A. Kasihan khan mama sendiri, Papa khan baru balik 10 hari lagi.”

kata Jermy setengah memohon, karena ia memang sayang pada mama dan takut terjadi apa-apa pada mamanya jika ditinggal sendiri.
“Yach tentu, Jermy.” ujarku tersenyum pada mama dengan penuh arti.
Pukul 03:00 siang Jermy pergi dengan sepeda motornya dan akan kembali minggu depan.
“Ma, apa menu makan malam kita Ma..” tanyaku sambil mencolek pantatnya yang bahenol.

Sejak saat itu hampir setiap waktu hingga Jermy pulang aku melakukannya dengan mama, baik di tempat tidur, kamar mandi, dapur, garasi dan kadang sampai di gudang. Dan paling enak bagiku mungkin di atas meja makan.

Nonton Film Bokep

Posted by: 233POKER.COM

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Permainan Kamar Sebelah

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Permainan Kamar Sebelah | Mendung masih menggayut di luar sana, saat kualihkan pandangan dari mikroskop keluar menembus jendela kaca besar yang tertutup dengan rapat dan gedung-gedung tinggi di kejauhan tampak samar-samar. Mungkin sudah turun hujan di daerah sana. Masih terasa dingin juga, walaupun di luar belum turun hujan. Jam dinding di depan sana baru menunjukkan pukul 13:45, berarti masih ada sekitar 15 menit lagi sebelum jam praktikum ini selesai.

Seluruh slide preparat sudah kupelajari dan rasanya tidak ada masalah. Seluruh jenis kuman yang ada sudah kukenal. Hanya memang ada 1 preparat yang mungkin sudah tua sehingga agak sulit untuk dilihat, namun akhirnya dapat juga, walaupun membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mencarinya.

Tiba-tiba timbul rasa isengku untuk minta bantuan Caroline melihat preparat itu, soalnya pikiranku juga lagi suntuk, sekalian ingin memantapkan keyakinanku.
“Carol, bantu gue dong. Ini preparat apaan sih? Gue susah nih ngeliatnya,” begitu pintaku pada doi.
Caroline nama lengkapnya. Biasanya kupanggil Carol saja. Doi ini anak Surabaya asli.

Tubuhnya lumayan besar tetapi cukup proporsional menurutku. Tinggi badannya sekitar 170 cm. Sangat tinggi untuk cewek Indonesia dan yang pasti doi ini punya buah dada yang sangat besar menurutku, seperti buah kelapa mendekati pepaya. Nah, bingung kan anda membayangkannya? Otak doi cukup lumayan berdasarkan pengamatan 2 tahun ini terhadapnya, soalnya dari angka-angka yang diumumkan pada tiap kali kami ujian, doi berada di ranking atas kalau tidak A, ya B.

Oh ya, sistem ujian kami adalah kenaikan tingkat, jadi tidak ada yang namanya SKS. Pokoknya pegang saja mata kuliah pokok dan lulus, maka kami dapat naik tingkat. Asal yang minornya tidak jeblok banget. Terus ada enaknya lagi kalau sudah lulus tingkat 2 pasti jadi, maksudnya jadi dokter. Tidak ada lagi DO (drop out). Mau kuliah 10 tahun, lima belas tahun atau sampai bosan. Tetapi sekarang sudah diganti kurikulumnya menjadi sistem SKS yang membuat semakin susah kali ya?

“Apaan sich.. sini!” pinta doi menanggapi permintaanku.
Terus doi putar mikroskopku ke arahnya, soalnya doi duduknya di depanku, jadi kalau doi mau membantuku tinggal putar badan terus berhadapan. Hanya terhalang oleh ujung meja yang sedikit dibuat tinggi untuk meletakkan stop kontak dan reagen pewarnaan saja. Jadi doi membantuku memperlihatkan mikroskop itu sambil nungging.

“Busyet..,” tuch toket sekarang pas sekali bisa kulihat dari atas bajunya, soalnya doi memakai baju yang agak longgar terus nungging, jadi bisa terlihat dari ketinggian dengan leluasa. Tetapi kuperhatikan tidak ada bra-nya, terus turun ke bawah tetap tidak kelihatan ada bra-nya. Tetapi pentil susunya juga tidak keliatan. Membuat penasaran saja. Kalau bisa kuremas mau aku melakukannya, apalagi kalau diberikan gratis, betul tidak? Jadi semakin penasaran. Doi ini memakai bra, apa tidak ya? Tetapi kulihat samping kanan dan kirinya juga tidak terlihat ada tali bra-nya. Anehnya, kalau doi tidak pakai, masa doi berani? pikirku. Otak memang mikir tetapi adikku yang di bawah tidak mikir lagi kali ya? Soalnya langsung kencang saja minta perhatian yang lebih. Eh, lama-lama sakit juga. Salah setel kali ya? Jadi ya gitu, dengan gaya seadanya tetapi tanpa menarik perhatian publik tentunya, kukemudikan dulu ke jalur yang benar sehingga tidak mengganggu konsentrasi.

Kira-kira 7-8 menit, akhirnya, “Fran, ini kayanya BTA? Tapi gue ngga yakin betul, eloe liat deh nih, gue udah passin,” begitu lapor doi.
Dalam hati aku, “Memang betul BTA,” jadi ternyata benar keyakinanku. Apalagi dari 32 preparat yang ada memang kuman itu yang tidak ada di sediaan lainnya. Tetapi untuk menghormati doi, sekaligus menutup rasa dosaku, sudah melihat pemandangan indah dengan gratis, kemudian aku bangun dan memutari meja untuk melihat hasil pemeriksaan yang ditunjukkan oleh doi. Benar, seperti dugaanku. Ya sudah. Tidak lama terus bel bunyi. Kemudian, aku dan teman-teman lainnya mulai membereskan peralatannya dan memasukkannya ke lemari masing-masing, sebab baru dipertanggungjawabkan nanti di akhir semester untuk serah terima ke dosen pengajar labnya. Tidak lama kemudian kami keluar ruangan lab praktikum.

Eh, ketika aku sudah di dalam lift untuk turun ke bawah. Sandro, temanku menegurku.
“Fran, jadi ngga?” tanya Sandro. Bertanya apa memaksa, aku jadi bingung.
“Jadi Dro,” seruku setelah sempat termenung sejenak.
“Tolong bilangin ke temen-temen,” lanjutku kemudian sebelum pintu lift itu tertutup dan masih sempat kulihat Sandro mengacungkan ibu jarinya ke atas yang berarti dia mengerti dan menangkap pesanku.


AGEN POKER - Sampai di bawah, wuiih ramai sekali. Semua anak-anak berkumpul. Biasa, jam-jam seperti ini anak FE, FIA dan FH baru saja mau masuk kuliah. Biasanya anak FKIP, khususnya yang Psikologi lebih sore lagi. Gedung FK ini tepat di tengah-tengah, jadi anak-anak dari Fakultas lain suka berkumpul di bawah, mereka sedang duduk-duduk. Setelah memesan makanan kesukaanku, yaitu satekambing untuk mengisi perut yang hanya sempat diisi pagi tadi dengan semangkok soto Madura, kucari tempat duduk dan kulihat ada Sandra sedang makan sendirian.

“San, kosong nich?” tanyaku padanya seraya duduk persis di depannya.
Sebenarnya meja ini cukup untuk berempat, tetapi doi hanya sendirian.
“He eh,” jawabnya singkat dan cukup judes menurut ukuranku.
Anak itu boleh dibilang cantik. Tidak terlalu tinggi, sekitar 165 cm dengan tubuh sedang ideal. Kulitnya putih dengan rambut yang selalu dipotong sebahu. Sifatnya cukup pendiam, kalau bicara tenang, seakan memberikan kesan sabar, tetapi yang sering dibicarakan teman-teman adalah judesnya itu yang membuatku juga kadang-kadang tidak betah. Untungnya, aku tipe orang yang easy going, jadi jarang dimasukkan ke hati. Percuma buat kepala pusing. Tetapi yang aku harus angkat topi sama doi, otaknya, sangat encer. Sebetulnya doi masih muda, tetapi katanya waktu SD sempat loncat kelas, jadi saat ini doi masih berusia 17 tahun. Bayangkan, umur 17 tahun sudah tingkat II FK. Aje gilee!

“Kok manyun San?” tanyaku basa-basi sedikit sebelum mulai makan, sebab kulihat juga raut wajah doi agak sepet.
“Ngapain tadi eloe tanya-tanya ke Carol, apa eloe sendiri ngga bisa liat?” tanyanya ketus sekali.
Kaget juga aku, aku di ketusin seperti ini. Tetapi memang benar feelingku, anak ini rasanya agak menaruh hati padaku. Tetapi bagaimana ya? Masalahnya aku belum ingin, paling tidak untuk saat ini. Masalahnya konsentrasiku saat ini adalah ingin jadi dokter dulu. Apalagi aku masih ingin happy-happy saja dulu. Jadi aku tidak tanggapin serius pertanyaan doi.
Tetapi kujawab, “Oh.. bener San, soalnya tuh preparat udah lama kali yah, jadi kaga bagus lagi dan susah bener ngeliatnya. Tapi udah gue tandain kok. Pokoknya ada bunderan kecil di kanan bawah pake tinta hitam, itu adalah BTA (Basil Tahan Asam, biangnya penyakit TBC). Ingat lho di kanan bawah ada bunderan kecilnya. Terus..” Belum sempat kujelaskan semua, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dan bilang, “Jam berapa?”

“Eh.. eloe Ky, bentar yah, abis gue makan nih,” jawabku dengan penuh rasa syukur karena jadi sekarang kami tidak berdua saja dengan Sandra. Minimal ada pihak ketiga.
“Ngga.. ngga.. ngga..,” tiba-tiba Sandra nyeletuk dengan nada tinggi dan cukup keras mengatasi kebisingan yang ada di kantin ini, saat Ricky hendak duduk di sampingku.
“San, sebentar..,” pinta Ricky sejurus kemudian, karena doi juga terkejut dengan ucapan Sandra yang demikian tajam dengan nada tinggi.
“Ngga.. ngga.. eloe ngerokok,” sahutnya ketus.
Ricky memandangku meminta persetujuan, tetapi aku sedang malas berdebat, jadi aku hanya angkat bahu dan melanjutkan makan siangku secepatnya, biar tidak terlalu lama.

Selesai makan, aku cepat-cepat pergi. Peduli amat, walaupun Sandra sepertinya masih sangat kesal, doi pikir aku tolol sekali ya. Tetapi tidak peduli, yang penting aku selamat. Betul, tidak? Di lapangan basket tempat biasa geng aku berkumpul, sudah kulihat cukup lengkap juga anggotanya. Siang hari yang mendung ini masih sempat kulihat si Paul melakukan lay-up terakhirnya sebelum kuberteriak untuk berangkat.

Kami berenam, Sandro, Ricky, Paul, Hengky, Mardi yang sudah punya kerja sambilan. Saat ini kami menuju tempat kostnya Mardi dan terus ke kostku sendiri. Kami berjalan menyusuri gang-gang sempit di sekitar kampus ini. Kemudian, tidak lama kami sampai dan langsung naik ke atas, kamarnya Mardi ada di lantai dua. Di atas sini, seluruhnya ada 12 kamar. Maksudnya, 6-6 saling berhadapan. Umumnya satu kamar untuk berdua, tetapi Mardi mengambil 1 kamar untuk dia sendiri. Katanya dia tidak bisa belajar serius kalau ada teman sekamar, apalagi kalau dari lain jurusan, begitu alasannya. Bener apa tidak, silakan perkirakan sendiri. Sebelum masuk ke kamar Mardi, aku masih sempat memperhatikan kamar di sebelah Mardi. Masih gelap dan sepi, barangkali mereka belum pada pulang.

Di kamar Mardi, wuuiih.. hampir seluruh dinding kamarnya penuh dengan poster dari ukuran yang kecil sampai sebesar meja belajar. Gambarnya memang tidak terlalu seru, seadanya. Kesanku sih begitu, berantakan tidak karuan. Yang penting menempel. Di situ ada gambar Madonna, Prince, Michael Jackson, terus artis-artis dari yang tidak terkenal dari Hong Kong dan juga Indonesia seperti: Yatti Octavia dan beberapa gambar pemain sepakbola yang aku tidak ketahui namanya. Maklum, aku bukan penggemar bola. Setelah kamar dikunci, Mardi memberikan contoh dengan mengupas perlahan gambar poster tadi di dinding yang terbuat dari kayu itu, dan segera menempelkan matanya pada lubang yang ada di balik poster itu. Ya sudah, kami berebutan mencari poster yang tentunya sesuai dengan ukuran tinggi tubuh kami. Dan, Ya ampun. Hampir di balik seluruh poster yang tertempel di dinding itu kebanyakan ada lubang untuk mengintip ke kamar sebelah. Aku sendiri memilih-milih lubang, satu cukup tinggi dan satunya lagi di bawah, yang kalau kami lihat harus berjongkok atau setengah tiduran.

Yang lain juga sudah mendapatkan posisinya masing-masing. Dari balik lubang tempatku melihat tampak kamar di sebelah tertata dengan apik. Di seberang sana menempel ke dinding kanan ada ranjang, kemudian di sampingnya ada meja komputer, sedangkan yang di sebelah kiri ada pintu lagi, kamar mandi. Dari lubang di bawah, aku tidak dapat melihat banyak. Mungkin tepat di kolong meja. Meja belajar maksudnya.
“Mar, jam berapa?” tanyaku, “ngga sabar nich.” sambil tiduran di lantai, sementara lampu di kamar tetap padam dan suasananya hening sekali.
“Sebentar lagi, biasanya sich jam-jam segini,” sahutnya bingung.
Eh, benar. Tidak lama terdengar pintu kamar ruang sebelah di buka dan setelah kami menunggu agak lama sedikit, perlahan-lahan kami mulai beraksi dengan membuka poster-poster sesuai pilihan kami masing-masing. Di kamar sebelah, kulihat ada cewek yang lagi minum langsung dari botolnya, dan tampak lehernya yang putih mulus dengan gerakan halus dari jakun yang sedang bekerja melancarkan air tersebut masuk ke tenggorokannya.
Pemandangan ini membuat penisku mulai sedikit memberikan reaksi. Gila, pemandangan yang indah sekali. Cewek itu belum dapat kulihat dengan jelas. Yang pasti, rambutnya hitam, panjang sedikit melewati punggungnya dengan perawakan langsing dan tinggi sekitar 160 cm. Mengenakan kaos berwarna pink, tidak terlalu ketat dan rok mini yang juga berwarna pink. Pintu kamar mandi masih terbuka dan terdengar seseorang sedang menumpahkan air di sana dan ketika dia keluar. Ya ampun, aku kenal dengan anak ini. Si Andre, anak tehnik seangkatan dengan aku, dan kukenal doi karena sama-sama satu grup saat P4 dulu. Anaknya cukup supel dan aktif. Ketika kulihat lagi yang cewek, ternyata aku juga mengenalnya. Dia Irene, anak FE juga seangkatan denganku dan kami semua satu grup, Andre, Irene dan aku. Irene sendiri sempat dekat benar dengan aku, soalnya doi juga aktif dan sering berdiskusi dengan aku. Lebih tepatnya berdebat dalam session di P4 itu. Pokoknya seru kalau sudah berdebat dengan dia. Tetapi orangnya juga sportif. kalau aku benar dalam mempertahankan pendapat tentunya dengan jalan pikiran yang logis, pasti dia mengakuinya.

Selama acara P4 yang 2 minggu lebih itu, Irene nempel terus ke aku. Dari aku sendiri suka-suka saja, soalnya aku juga belum punya banyak teman saat itu, demikian juga dia. Apalagi memang tidak ada ruginya dekat-dekat dengan cewek cantik. Dia dari Pontianak dan tidak banyak anak Pontianak yang masuk Jakarta untuk kuliah. Kalau si Andre sudah dari dulu dia mendekati Irene, jadi kami berdua sering jalan bersama. Andre adalah anak Surabaya, sama dengan Sandra, hanya saat itu aku lain group dengan Sandra, sehingga waktu itu belum dekat benar. Hanya sekedar tahu saja. Memang sudah berulang kali aku bertemu Iren sedang ngobrol bersama Andre. Akhirnya dapat juga Andre mendekati Irene dan geli juga aku mengingatnya, sebab dari dulu Andre juga pernah bertanya kepadaku, lebih tepat mancing-mancing perasaanku ke Irene. Tetapi kubilang ambil saja kalau dia mau. Bubar P4 masih seminggu lebih lagi, aku dekat dengan Irene, sebab kami sama-sama diminta menjadi anggota tim perumus akhir P4. Sesudah itu kami bubaran karena kuliahku teratur dari pagi jam 7 sampai jam 2 siang, sedangkan doi tidak tentu. Sesudih itu aku juga tidak terlalu memperhatikannya. Jadi semakin lama semakin jarang bertemu, sampai hari ini baru aku lihat lagi.

Andre sempat mengecup pipi Irene sebelum doi duduk dan sibuk di depan komputer, sedangkan Irene kemudian berjalan menuju ke arahku. Semakin dekat.. dekat.. dekat.. Wah gawat, aku menjadi deg.. deg.. degkan tidak menentu. Saat itu Irene begitu dekat hingga bisa kulihat dengan hanya dibatasi dinding kayu. Kalau ketahuan aku sedang mengintip kan tengsin juga aku. Walaupun hati ini kebat-kebit, untung aku masih ingat benar ilmunya si Mardi. Jangan sekali-kali bergerak kalau posisinya begitu, apalagi sampai mengangkat mata dari lubang, karena akan ada sinar yang masuk melalui celah dan itu bahaya besar, bisa membangkitkan perhatian. Kalau mungkin malah jangan berkedip. Jadi kutahan mataku untuk menutup lubang itu, sambil berdoa semoga tidak ketahuan, he.. he.. he.. Sudah salah masih minta slamat, dasar manusia, jadi manusiawi.

Setelah agak lama Irene tenggelam dalam kesibukannya dan aku merasa aman, perlahan kuangkat mata dari lubang itu dan kututup kembali dengan poster. Kemudian aku pindah ke lubang yang ada di bawah meja. Sekarang yang tampak adalah sepasang kaki yang sangat indah hingga ke pangkal paha putih mulus dengan posisi kaki disilangkan, yang kanan menindih yang kiri. Cukup lama aku mengagumi hal ini dan kemudian tiba-tiba kaki tersebut bergerak. Sekarang ganti kaki kiri yang menumpang di kaki kanan. Saat perpindahan itu sempat terlihat CD doi. Kayanya warna pink juga tetapi sayangnya singkat sekali sehingga tidak sempat kunikmati. Dengan sabar aku menanti kembali gerakan-gerakan yang tentunya kuharapkan memberikan pandangan hidup yang lebih baik lagi. Tetapi kok tidak kunjung tiba, sampai akhirnya penantianku membuahkan hasil. Kakinya sedikit terbuka mengangkang dengan tubuh yang mungkin di condongkan ke meja. Sekarang dapat ku lihat belahan paha bagian dalam terus menyusur ke dalam dengan cahaya seadanya (karena di kolong meja), terus ke dalam memberikan gairah tersendiri yang tanpa sadar penisku juga sudah mulai menegang. Rasanya ingin segera mencari lubang itu dan menyelami dasarnya. Doi memakai celana berwarna pink dari bahan yang tidak terlalu tebal sehingga masih berbayang rumput hitamnya yang cukup tebal di tengah.

Uh, indah sekali. Lima belas menit sudah berlalu rasanya dan belum ada aktifitas lebih lanjut. Lama-lama pegel juga mata dan bosan juga. Itu lagi itu lagi. Dan penisku juga sudah mulai surut, sementara yang diintip diam saja. Lama-lama kakiku yang kesemutan sendiri. Jadi kututup lagi lubang itu. Sekarang aku tiduran di lantai disusul oleh yang lain. Bosan juga rupanya mereka. Orang tidak ngapa-ngapain kok diintip. Samar-samar masih sempat kudengar hujan mulai turun di luar dan rasanya belum terlalu lama aku tidur ketika kakiku di sepak-sepak Paul. Sialan. Dalam hati, baru juga mau tidur sebentar saja ada yang ganggu. Dan eh, langsung aku segera bangun, karena teman-temanku sudah sedang asyik di posisi masing-masing. Hanya aku yang ketinggalan. Rasanya aku tertidur tidak terlalu lama. Apa aku pules benar ya?

Cepat-cepat saja kubuka lagi lubang yang punyaku dan segera kuintip.
“Hhhgg.. hgg..” desah Irene sambil mengacak rambut Andre. Kulihat Irene duduk di tepi ranjang, sedangkan Andre berlutut di hadapannya sedang sibuk menjilat belahan paha bagiandalam. Tubuh mulus bagian atas Irene sendiri sudah terbuka, demikian juga dengan branya yang tidak terlihat lagi ada dimana. Buah dadanya kencang sekali, cukup besar dan menantang. Gila, tubuhnya putih mulus benar. Nyesel juga, kenapa dulu tidak kuhajar saja. Saat itu penisku juga tidak tanggung-tanggung langsung bangun, tegang sekali. Sialan juga temen-temen yang lain, terlambat membangunkanku. Seperti apa permulaannya kan aku tidak lihat.

“Aaacchh..” desah nikmat Irene seraya mendongakkan kepalanya ke belakang, dan leher jenjangnya benar-benar mempesona.
Kemudian tangannya menyibakkan rambutnya ke belakang. Sungguh suatu paduan gerakan alami nan menawan. Sejurus kemudian dia membungkuk dan menarik kaos yang dikenakan Andre dan meletakkannya di lantai. Andre sendiri kemudian bangkit dan melepaskan celana yang dikenakannya termasuk celana dalamnya. Segera tampak senjata ampuh miliknya yang tentunya di sayang benar dan segera di lahap ujungnya perlahan oleh Irene, dan perlahan mulai mengocoknya berirama hingga pada akhirnya seluruh batang kemaluan itu tertelan oleh mulut Irene yang dihiasi bibir mungilnya. Milik Andre rasanya tidak sebesar punyaku, tapi yang di sana rupanya lebih beruntung dari yang punyaku, he he he.

“Ren.. ach.. ach..” rintih Andre yang memuncak nafsunya.
Kemudian dikeluarkannya batang itu dan segera Andre mengangkat kaki Irene dan menarik celana dalam serta rok mininya dan terlepas seluruhnya. Tetapi tidak sempat kulihat dengan jelas, karena Irene segera tertidur di ranjang dan tertutup oleh bayangan pantat Andre yang segera merebahkan tubuhnya di atas tubuh Irene dan mereka mulai bergelut. Sesaat kemudian, Andre turun dari tubuh Irene dan perlahan membelai tubuhnya mulai dari telinga kanan, leher, menyusuri bahu berputar-putar di sana sejenak dan terus turun mendekat bukit nan menjulang sebelah kanan dan mendaki namun tidak sampai menyentuh puting. Justru puting itu diam-bil dari puncaknya dengan lidah Andre yang sekarang mulai aktif memainkan peranannya.

“Ssshh.. achh..” rintih Irene nikmat.
Sekarang tangan kanan Andre sudah semakin menurun dan mencapai perut, terus turun tepat di jalur tengah menuju pusat, mulai menyibakkan rumput hitam lebat.
“Dre.. hhgg.. hhgg..”
Tangan kanan Andre sekarang sibuk tepat di pusat itu dan nampak Irene sangat menikmatinya. Perlahan kaki Irene sudah semakin terbuka lebar dan Andre pun sudah kembali mengambil posisi siap di atas. Perlahan Andre mulai menurunkan kaki ketiganya dan menembus, membuka liang nikmat itu perlahan tetapi pasti, seiring dengan kaki Irene yang panjang menekuk menyambut tamunya yang memberikan kenikmatan duniawi. Memang di sana adalah surga dunia. Andre bergerak perlahan memompa, yang tidak lama kemudian sudah seirama dengan gerakan Irene yang diiringi nafas memburu dari Andre dan desah lirih tiada henti dari Irene. Gerakan bergelombang itu membangkitkan minat para pengintip termasuk aku. Dan kuyakin di dalam sana burungku juga pasti sudah mulai kebasahan.

Pada satu kesempatan, Andre melepaskan penisnya dari genggaman liang vagina Irene, dan berbaring di samping tubuh Irene, yang disusul oleh Irene menaiki tubuh Andre. Setelah Irene menyibakkan rambutnya yang kusut ke belakang dia pun mulai mencari dan memberikan pengarahan kepada burung Andre untuk mencapai sarangnya. Sesaat kemudian gerakan mereka kembali berirama dan kulihat rambut Irene sekarang mulai menempel di tubuhnya yang berkeringat. Hal itu memberikan pemandangan indah tersendiri, terlebih ketika Irene mendongakkan kepalanya meresapi kenikmatan yang datang. Sejurus kemudian Irene membungkukkan tubuhnya ke depan dan bertumpu pada kedua lengannya sementara pinggulnya terus memainkan gerakan indah berirama turun-naik turun-naik berulang-ulang. Irene menarik rambutnya ke depan dan menutupi buah dadanya yang sebelah kiri, tidak terurai oleh karena sudah basah oleh keringat.

Diterangi cahaya lampu yang minim itu, sekarang aku dapat melihat pundak dan punggung Irene yang putih mulus itu mulai berminyak dan timbul bintik-bintik keringat licin yang semakin mengoyak kesetiaan iman. Gerakan semakin binal dan menuju puncak hingga pada suatu titik.
“Ren, nyam.. pe..” pekik Andre tertahan.

Saat itu pula segera Irene melepaskannya dan menyambut semburan kental dari pipa milik Andre ke dalam mulutnya. Masih sempat terlihat semburan yang pertama mengenai muka dan sedikit rambut Irene sebelum seluruhnya tenggelam dalam kegelapan kerongkongan Irene. Setelah terdiam beberapa saat, Andre bangkit dan mengangkat kaki Irene ke atas dan segera lidah Andre terjulur memainkan klitoris milik Irene, mulai dari gerakan perlahan namun segera menjadi cepat seiring dengan bahasa tubuh Irene menggeliat kian kemari hingga akhirnya.
“Ach.. cchh,” desis Irene yang disertai dengan gerakan kakinya yang mengejang keras lurus mirip kaki ayam disembelih nikmat yang tiada tara.

Dan, “Brukk..” derit ranjang itu berbunyi pada saat Andre rubuh menjatuhkan tubuhnya untuk saling berimpit bersentuhan dan menikmati sisa nikmat yang ada bersamanya. Kami semua terdiam karena demikian terpesona menikmati live show yang baru saja diperagakan lebih nikmat dibandingkan nonton BF yang seringkali kami lihat bersama seusai kuliah ini.

 Streaming Bokep Online

Posted by: 233POKER.COM

Saturday, October 7, 2017

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Warnet Rini Yang Nikmat

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Warnet Rini Yang Nikmat | Aku adalah seorang pria berumur 28 tahun. Bergelar sarjana arsitektur dan bekerja sebagai konsultan teknik di sebuah perusahaan konstruksi. Bila ditinjau dari segi umur dan materi, sebenarnya aku adalah pria mapan dan siap untuk menikah. Namun entah mengapa hingga saat ini belum menikah, mungkin kurang percaya diri karena satu hal belum kumiliki, yaitu rumah sendiri.

Hidup sendirian memang asyik, tanpa beban dan pikiran. Namun dalam urusan seks, aku menghadapi kendala besar. Seorang pria seumurku tentunya sudah sangat ingin merasakan nikmatnya bersetubuh. Pernah seorang teman mengajakku ke pelacuran tetapi aku sungguh takut tertular penyakit kelamin, sehingga batal menikmati daging mentah yang dijual disana.

Akhirnya aku memilih untuk melakukan masturbasi di kamar mandi untuk melampiaskan hasrat seks yang tak tersalurkan. Beberapa kali melakukannya sendiri terasa tidak nikmat lagi. Penisku tidak terlalu keras berdiri, mungkin karena kurang rangsangan. Aku malas melakukannya lagi.

Suatu hari libido seksku tak tertahan lagi. Setelah makan malam aku menuju sebuah warnet 24 jam tak jauh dari restoran padang, tempat dimana aku tadi makan. Saat itu menunjukkan pukul 21.30 malam, warnet tidak terlalu ramai. Tampak beberapa meja kosong. Segera aku buka beberapa situs porno yang menyuguhkan gambar-gambar yang sangat syurr. Perlahan namun pasti penisku mengeras dan berdiri. Tak puas dengan gambar, kucari Rumah Seks yang menyuguhkan cerita cerita yang merangsang. Aneh bin ajaib penisku bisa bertambah tegang lebih dari biasanya, setelah membaca kisah seorang gadis bermasturbasi.

Kulongok kanan-kiri, ternyata kondisi warnet yang tertutup membuatku merasa aman. Perlahan-lahan aku buka kancing celana dan menyisihkan celana dalamnya kebawah. Penisku yang sebesar timun kecil langsung menyembul. Kuusap-usap dengan lembut uh.., aah.., nikmat sekali. Geli dan nikmat membuatku terpejam-pejam. Dalam bayangan pikiranku, penisku sedang dihisap seorang gadis cantik yang sedang keenakan mengusap-usap memeknya. Usapanku makin cepat dan keras, tanpa sadar berubah menjadi sebuah kocokan.

Kocok-kocok terus aku mendesah ahh.., hemm.. Tangan tak henti-hentinya bergerak dari kepala penis hingga batang penis paling dasar. Sesekali tangan kiri meremas remas telor. Aduh nikmat sekali. Darah serasa berkumpul di ujung kontolku, tubuhku kaku-kaku. Kurasakan ada tarikan hebat dari arah dengkul, pusar, paha, bahkan kepala menuju ujung kontol yang berbentuk helm tentara Jerman. Cok., kocok.., cek makin cepat aku mengocok dan..

“Aahh.., uhh.., oohh”, aku mendesah keras.
Croot.., crot.., creet cairan putih sangat kental memancar dari penisku dan mengenai layar monitor komputer yang kebetulan ada gambar seorang wanita barat bugil dengan mulut terbuka. Air maniku persis meleleh di mulutnya. Uhh.., membayangkan wanita tersebut mengisap air maniku sedoott.., Tubuhku lunglai menahan rasa enak yang luar biasa. Aku merasakan puas yang tak tertandingi. Setelah mengelap air maniku di layar komputer, aku langsung pulang dan tidur.

Pengalaman bermasturbasi ini membuatku ketagihan. Aku melakukannya seminggu sekali di warnet yang sama. Dan tak pernah ada yang tahu apa yang kulakukan.


SITUS POKER TERPERCAYA - Malam itu pukul 21.30, sama seperti malam yang lain, aku datang ke warnet untuk bermasturbasi. Tapi sial, entah angin dari mana, warnet tersebut penuh sesak, tak ada tempat untukku. Terpaksa aku mencari warnet lain. Tak jauh dari tempat yang pertama, aku menemukan warnet yang sepi. Tanpa basa-basi aku memasuki komputer nomor 3. Sayang aksesnya payah, apalagi meloading gambar porno lama sekali. Setelah hampir setengah jam, aku baru dapat memelototi empat gambar porno. Cukuplah untuk mulai mengocok kontol yang mulai ngaceng. Ueenaakk..

“Warnetnya mau tutup Mas!”, tiba tiba seorang wanita berkata di depanku.
Alangkah kagetnya diriku. Ternyata warnet itu tidak buka 24 jam. Dan yang membuat aku lebih kaget, wanita penjaga warnet itu melihat aksiku yang sedang mengocok kontol.
“Ehh.. iya Mbak”, jawabku sekenanya
“Wah sorry, lagi asyik yaa.. terusin deh”, wanita itu menjawab tanpa rasa kaget.
Lalu ia berlalu. Kudengar suara rolling door yang ditutupnya. Aku berusaha secepat mungkin merapikan celanaku untuk secepatnya pergi dari tempat itu. Belum selesai aku merapikan celanaku, wanita itu muncul lagi dihadapanku.
“Lho kok berhenti Mas, silahkan dilanjutkan”, wanita itu tersenyum manis.
Wajahnya ternyata cantik, putih bersih, kira kira berumur 35 tahun. Belum hilang kagetku, wanita itu berkata lagi..
“Sini saya bantu”, dia berujar sambil duduk disebelahku.
“Jangan malu, nama saya Rini, saya sendirian menjaga warnet ini kok”, katanya genit sambil mengambil alih kontolku.
Kini dia yang mengocok ngocok kontolku. Enak sekali, tangannya lembut membelai kontolku.
“Saya perlu air mani Mas untuk masker wajah, boleh ya..?”, katanya lagi.
“Iya”, aku tak bisa menjawab karena rasa nikmat pertama kali dikocok wanita.

Kini si Rini berubah posisi. Dia lalu berjongkok dan menyuruhku berdiri. Tangan kanannya menggenggam buah pelirku. Lidahnya yang selembut es krim menyisiri pangkal kontolku. Disapu-sapunya dijilat-jilatnya dari pangkal hingga ujung penis mengikuti garis tengah batang penis. Dilakukannya berkali-kali hingga aku mengelinjang bak penari ular. Puas menjilati, Rini memasukkan kontolku ke mulut mungilnya. Dimasukkan, dikeluarkan, dihisap begitu berulang-ulang. Tangan kanannya tidak diam melainkan ikut mengocok. Aku tak kuat lagi dan mau ejakulasi dan berteriak.. Tiba-tiba Rini mencabut kontolku dari mulutnya dan menekan ujung penisku kuat-kuat dengan ibu jarinya, sehingga aku tidak jadi memuntahkan air mani.

“Kenapa Rin?”, tanyaku heran.
“Sabar Mas, jangan keluar dulu, kumpulin mani dulu biar muncratnya banyak”, pintanya.
Aku mengangguk saja menuruti kemauannya. Setelah agak rileks, Rini mengulangi aksi stop-actionnya sampai tiga kali. Yang ketiga kali aku benar-benar tidak tahan dan muncratlah air mani dengan derasnya croot.., crett.., serr.. mengenai wajah Rini.
“Aargghh.., hangat Maas, asyik”, kata Rini sambil mengusap meratakan air maniku di wajahnya, persis seperti dia memakai masker kecantikan. Aku terkulai dan takjub betapa penisku berdenyut kurang lebih 15 kali dan menyemburkan mani banyaak sekali.
“Aku harus berbaring dulu Mas, biar manimu melekat di wajahku dan tidak meleleh”, kata Rini sambil berbaring.
“Sini Mas, puasin aku dong”, katanya memelas.
“Tentu saja Rin”, jawabku bersemangat.

Langsung kusingkap roknya ke atas, tampak celana dalamnya berwarna merah berenda, sexy sekali. Kubuat ia mengangkang. Astaga celana dalamnya basah pada bagian dimana memeknya menempel. Bulu halus membayang diantara celana dalam yang transparan karena basah. Tercium aroma memek yang khas erotis. Kutarik dan kulemparkan celana dalamnya. Aku mulai dengan mengelus-elus daerah kewanitaannya yang terasa hangat. Telapak tanganku dengan ringan menekan-nekan bagian atas yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang hitam melebat. Kedua tanganku menjadi aktif di daerah itu. Yang satu mengusap-usap bagian atas yang sensitif dan tangan yang satu lagi membelai-belai bibir-bibir memeknya yang basah oleh lendir. Kuciumi, kuhisap dalam-dalam aroma memeknya yang telah merekah seperti kue serabi berwarna merah muda.

Kujilati bibir-bibir memek dan itil nya (klitoris), dia menggelinjang. Ohh Rini pasti kau merasakan nikmat dan geli. Rini mendesis-desis. Aku terus menjilati itil yang mulai menyembul dan tegang sebesar kacang tanah. Dua jariku masuk ke dalam goa nikmat yang sudah penuh lendir. Kukocok-kocok lobang memeknya sambil memepercepat jilatan di itilnya.

“Aahh Mas, terus Mas, percepat Mas, aku tak tahan lagi, ayo Mas, aahh.., ayo”, Rini nyerocos kesetanan.
Pinggulnya diangkat-angkat dan digoyang-goyang, seperti beralas besi panas. Dan tak lama kemudian..
“Uurrgghh.., Mas, tooloongg, aku keluaarr”, jerit Rini.
Tubuh Rini mengejang, dan memeknya berdenyut-denyut kira-kira 20 kali. Nampaknya ia orgasme hebat. Kami tertidur hingga pagi menjelang. Dengan tergesa-gesa aku pulang ke rumah kosku. Ada rasa takut dilihat orang kalau aku keluar dari tempat itu pagi-pagi dengan penampilan seperti habis terkena ledakan bom. Rasa takut digrebek menghantui perasaanku, maklum di kota ini sering ada penggrebekan pasangan kumpul kebo. Lagi pula aku takut bila pemilik warnet atau majikan Rini datang pagi-pagi.

Tapi rasa penasaranku lebih kuat dibandingkan rasa takutku. Aku mulai mencari tahu siapa si Rini itu sebenarnya. Kutanya tetangga kanan-kirinya tentang latar belakang Rini. Dari hasil investigasiku aku mendapat beberapa petunjuk tentangnya. Dia ternyata bukan karyawan, tetapi pemilik warnet nikmat itu. Warnet itu tidak memperkerjakan orang lain, tetapi Rini sendiri sekaligus merangkap sebagai kasir dan penjaganya.

Rini ternyata telah menikah dengan seorang pekerja di kapal pesiar. Suaminya berlayar dan hanya pulang tiap enam bulan sekali. Aku dapat memahami betapa kesepiannya dia. Tetapi aku heran kenapa dia hanya memanfaatkan air maniku dan tidak memanfaatkan kontolku yang setiap saat bisa ia masukkan ke memeknya.

Suatu malam menjelang warnet nikmat itu tutup, aku mengendap-endap, dan aku berhasil menyelinap masuk tanpa diketahui Rini. Lalu aku bersembunyi di salah satu meja komputer yang tertutup. Tepat pukul 22.00 Rini menutup warnetnya.

Selanjutnya ia menaiki tangga ke lantai 2 rukonya. Aku tunggu beberapa saat, lalu aku menyusul naik ke atas dengan berjinjit. Tampak sebuah kamar dengan pintu sedikit terbuka. Terdengar bunyi putaran mesin berderit, seperti bunyi gergaji mesin tapi tak terlalu keras. Di sela-sela itu terdengar rintihan-rintihan nikmat, dan aku kenal suara itu pasti dari mulut Rini. Apa yang dilakukannya?

Aku intip perlahan melalui pintu yang agak terbuka, terlihat Rini bertelanjang bulat dalam posisi mengangkang. Di tangannya tergenggam sebuah benda mirip jagung. Benda itu yang mengeluarkan bunyi mesin. Sesekali benda itu digosokkan ke memeknya.

“Rin lagi ngapain kamu?”, aku bertanya memecah kesunyian.
“Hai Mas, aku nggak kaget kok, aku tahu Mas nyelinap tadi”, sambil tertawa Rini beranjak.
“Rin, kenapa tidak kontolku saja kau masukkan?”, tanyaku heran.
“Jangan Mas, aku takut hamil, aku sudah bersuami, yuk kocok-kocokan lagi!”, pintanya.

Dan malam itu terjadi lagi seperti pertama kali aku bermasturbasi bersamanya. Dan tiap minggu aku selalu berkunjung ke warnet nikmat, kecuali bila suaminya datang. Namun aku pindah tugas ke kota lain, tak kutemui Rini lagi. Tak ada wanita yang bermasker air maniku lagi, aku merindukannya. Mungkin ada pembaca wanita yang bisa mengobati rinduku?

 Nonton Bokep Online

Posted by: 233POKER.COM

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Rina Gadis Dari Bukit Tinggi

233POKER | Cerita Sex dan Cerita Dewasa - Rina Gadis Dari Bukit Tinggi | Kali ini saya akan menceritakan kisah hubunganku dengan Rina, gadis dari Bukittinggi. Kami ketemu ketika aku nongkrong di salah satu Studio 21 di Jakarta. Setelah lihat poster film yang akan diputar kurasa aku nggak tertarik untuk nonton hari ini. Di sebelahku ada seorang wanita muda yang juga sedang melihat-lihat poster film.

Dari raut mukanya kelihatannya dia juga tidak tertarik. “Mau nonton Mbak?” tanyaku “Rencananya sih, tapi filmnya kurang bagus menurutku, dan yang dua lagi saya udah nonton,” jawabnya.

Kami berdua duduk di lobby dan mendiskusikan film yang sedang diputar, When a Man Loves a Woman. Boleh juga wawasan dan ulasannya. Karena film sudah diputar dan pintu studio akan ditutup, kami berdua keluar dari studio.

“Kemana sekarang Mbak?” tanyaku.
“Jalan-jalan aja, lagi males di rumah,” jawabnya.
“Boleh dong ikutan. Mbak jangan takut, aku orang baik-baik kok”
“Nggak pa-pa, malah senang ditemenin dan ada pengawal. Mas ini anggota ya?” tanyanya.

Memang karena perawakanku yang tegap aku sering disangka sebagai tentara atau polisi. Tapi aku selalu jujur kalau ditanya demikian.

“Anggota apa? Kalau anggota masyarakat betul, tapi kalau militer bukan kok. Dulu pernah ikut tes tapi nggak lulus”.
“Habis badannya tegap begitu”.

Akhirnya kami berputar-putar saja di mall yang ada di dekat situ. Habis berputar-putar kami singgah di sebuah kafe dan minum di sana. Sambil ngobrol kuamati wanita di depanku ini. Badannya OK, sintal dan montok, kulitnya kuning langsat.

Dalam setiap percakapan selalu kupanggil dia dengan sebutan “Mbak”.

“Eh, aku bukan orang Jawa, panggil saja namaku, Rina, atau kalau mau panggil Uni Rina,” ia memprotes. Akhirnya kupanggil namanya saja. Panggilan Uni rasanya kurang familiar di lidahku.

Aku tidak berani memancingnya untuk melakukan hal-hal yang lebih jauh mengingat cerita kota asalnya yang penduduknya terkenal taat. Namun memang kalau lagi rejeki, ada saja jalannya. Waktu dia buka tasnya, mengambil sesuatu tiba-tiba dompetnya terjatuh ke lantai. Dia membungkuk mengambilnya. T-shirt yang dipakainya sedikit membuka tanpa disadarinya. Aku yang memperhatikannya langsung saja seperti terkena aliran listrik. Buah dadanya yang besar dan putih, terbungkus bra dengan model cup yang hanya menutup puting, menggantung seolah minta dipetik. Dia masih belum sadar kalau aku memperhatikan ke balik t-shirtnya sampai dia tegak kembali. Aku masih termangu-mangu menikmati pemandangan yang baru saja kulihat.

Rina menggoyangkan tangannya di mukaku.

“Eh, bangun.. Bangun. Ada kebakaran,” katanya mengejutkanku.

Aku tersentak dari lamunanku. Dia tertawa kecil.

“Jangan melamun, nanti keterusan,” katanya lagi. Dipegangnya tanganku. Aku semakin panas dingin. Digesernya tempat duduknya ke sampingku. Tak sengaja sikuku menyentuh dadanya yang kenyal. Mukaku agak merah, sementara dia diam saja.
“Sorry Rin, nggak sengaja,” kataku meminta maaf.
“Aku tahu kok, kalau sampai sengaja namanya kurang ajar. Tapi kalau mau boleh lagi kok. Lagian daripada ngelamun lebih baik cari pengalaman,” katanya pelan sambil mukanya berpaling ke arah lain. Haah! Aku seakan tak percaya dengan ucapannya. Otakku mulai menganalisa peluang yang bisa kutangkap.
“Bener nih nggak mau. Kalau mau ayo kita cari tempat yang aman. Jangankan kau senggol, lebih dari itupun ayuk saja,” ia mengerling ke arahku dan lidahnya memainkan bibirnya.
“Tarik Mangg!!” sorakku dalam hati.

Tanpa buang waktu lagi kami naik taksi dan menuju sebuah hotel yang cukup bersih. Kami berdua berbaring di atas ranjang. Rina berada di sebelahku, menatapku lalu mendekatkan mukanya ke mukaku dan menciumku. Aku membalas perlahan. Kuremas dadanya dari luar kausnya. Ia naik ke atas tubuhku.

“Ouw.. Mulai nakal tangannya ya!” bisiknya.


SITUS POKER ONLINE - Rina terus menciumiku sambil melepas t-shirtnya. Kemudian tangannya menarik kaus yang kukenakan dan melepas lewat kepalaku. Ia membelai dadaku dan mengusapkan bibirnya pada bulu dadaku.

Bibirnya ke bawah dan sudah sampai di leherku. Kuciumi telinganya dan kuhembuskan napasku dekat telinganya. Ia menggelinjang geli sekaligus nikmat. Debaran di dada meningkat. Ia terus menciumi dadaku. Kurasakan buah dadanya yang tadi sempat kuintip menekan dadaku. Kenyal dan padat dibungkus bra hitam. Onde mandeh, indah sekali.

Tangan kanannya ke bawah, membuka ikat pinggangku, melepas kancing celana dan menarik ritsluiting dan kemudian menariknya ke bawah. Aku mengangkat pantatku untuk membantu memudahkan tangannya membuka celanaku. Kugerakkan kepalaku ke punggungnya dan dengan gigiku kulepas kait branya. Kuciumi punggungnya yang putih mulus. Tanpa dibuka, dengan pergerakan kami berdua akhirnya tidak lama branya sudah terlepas sendiri dan merosot ke ranjang.

Buah dadanya berukuran besar, mungkin 36, terlihat sangat putih, kencang dan padat dengan bagian ujungnya berwarna kemerahan. Putingnya yang merah kecoklatan tidak sabar menungguku untuk segera mengulumnya. Payudara kiri kuisap dan kujilati, sementara sebelah kanannya kuremas dengan tangan kiriku. Kulakukan demikian berganti-ganti. Tangan kiriku mengusap-usap rambutnya dengan lembut.

Rina mengerang dan merintih ketika putingnya kugigit.

“Upps.. Lagi Anto. Ououououhh.. Nghgghh, Anto ayo teruskan lagi.. Ouuhh.. Anto”

Payudaranya kukulum habis. Rina menggoyangkan kepalanya dan mencium leherku sampai ke dekat tengkuk. Akupun sudah tidak tahan. Senjataku sudah siap untuk masuk dalam pertempuran. Terasa keras dan kepalanya nongol melewati ban pinggang celana dalamku. Tangannya menurunkan celana dalamku sampai ke paha dan dilanjutkan dengan jari kaki ia melepas celana dalamku.

Mulutnya terus bergerak ke bawah dan kini Rina mengisap-isap buah zakarku dan menjilati batang meriamku. Kupalingkan mukaku ke samping dan kugigit ujung bantal.

Tiba-tiba secara refleks meriamku mengencang hingga condong mendekati permukaan perutku ketika lidah Rina mulai menjilat kepalanya. Kukencangkan otot perutku sehingga meriamku juga ikut bergerak dan berdenyut-denyut.

“Hmm.. Tidak terlalu besar, rata-rata saja ukurannya tapi keras dan berdenyut. Pasti luar biasa nikmat,” komentar Rina sambil terus melakukan aktivitasnya. Kuangkat kepalaku dan kulihat Rina sedang asyik menjilat, menghisap dan mengulum meriamku. Kadang-kadang ia melihat ke arahku dan tersenyum.

Rina melepaskan kepalanya dari selangkanganku dan tangannya dengan cepat melepas celana dalamnya sendiri. Bibirnya menyambar bibirku. Kubalas dengan ganas dan kusapukan lidahku pada bibir dan masuk dalam rongga mulutnya. Lidah kami kemudian saling memilin dan mengisap. Tanganku mengembara ke selangkangannya dan kemudian jari tengahku masuk menerobos liang kenikmatannya sampai menemukan tonjolan kecil di dinding atasnya. Rina meremas dan mengocok meriamku. Meriamku semakin tegang dan keras. Kami saling memberikan stimulasi.

“Ouououhhkk.. Nikmat.. Puaskan aku,” ia memohon dengan suara tertahan.

Kemudian tangannya mengurut dan menggenggam erat meriamku. Kurasakan pantat dan pinggul Rina bergoyang menggesek meriamku. Dan tanpa kesulitan kemudian kepala meriamku masuk ke dalam gua kenikmatannya. Terasa lembab dan agak kendor. Kurasakan dinding guanya semakin berair membasahi tonggak pusakaku.

“Akhh Anto ayo kita sama-sama nikmati.. Oukkhh”.

Kujilati lehernya dan bahunya. Ia terus menggoyangkan pantatnya sehingga sedikit demi sedikit makin masuk dan akhirnya semua batang meriamku sudah terbenam dalam guanya.

Rina bergerak naik turun untuk mendapatkan sensasi kenikmatan. Pantatnya bergerak maju mundur. Gerakannya berubah dari perlahan menjadi cepat dan semakin cepat sampai akhirnya dia berhenti karena kelelahan. Ia mengubah gerakannya menjadi ke kanan ke kiri dan berputar-putar. Pantatnya naik agak tinggi sehingga hanya kepala meriamku berada di bibir guanya dan bibir guanya kemudian berkontraksi mengurut kepala meriamku. Tidak terlalu kuat kontraksi otot vaginanya, hanya sedikit terasa meremas batang kemaluanku.

Kemudian ia menggesek-gesekkan bibir guanya pada kepala meriamku sampai beberapa kali dan kemudian dengan cepat ia menurunkan pantatnya hingga seluruh batang meriamku tenggelam seluruhnya. Ketika batang meriamku terbenam seluruhnya badannya bergetar dan kepalanya bergoyang ke kanan dan kekiri. Napasnya terputus-putus.

Kuisap putingnya yang sudah keras. Gerakannya semakin liar dan cepat. Tanganku memeluk punggungnya dengan erat sehingga tuuh kami merapat total. Ia juga memeluk diriku rapat-rapat. Kini gerakannya pelan namun sangat terasa. Pantatnya naik ke atas sampai kemaluanku terlepas, dan ia menurunkan lagi dengan cepat dan kusambut dengan gerakan pantatku ke atas. Kembali meriamku menembus guanya. Ia merinding dan menggelepar. Tangannya meremas rambutku dan mencakar punggungku, punggungnya melengkung menahan kenikmatan. Mulutnya merintih dengan kata-kata yang tidak jelas dan mengerang keras.

“Anto.. Ouhh Anto, aku mau dapat, aku tidak tahan mau kelu.. Ar,” desahnya.
“Sshh.. Shh”
“Anto sekarang ouhh.. Sekarang” ia memekik.

Tubuhnya mengeras, merapat di atasku dan kakinya membelit betisku. Pantatnya ditekan ke bawah dengan keras dan vaginanya menjadi sangat basah hingga terasa licin. Tubuh Rina mulai melemas. Keringatnya menitik di sekujur pori-porinya. Kemaluanku yang masih menegang tetap dibiarkan di dalam vaginanya.

“Terima kasih jantanku. Kau sungguh hebat sekali. Aku puas dengan permainanmu. Berikan aku istirahat sebentar, lalu..,” ia berbisik di telingaku.

Kusambar bibirnya dengan bibirku dan kugulingkan ke samping. Penisku yang memang belum menyelesaikan tugasnya tentu saja masih tegang dan penasaran.

“Sudahlah sayang, biarkan aku istirahat dulu sebentar saja.. ”

Aku tidak menghiraukannya, kini kugenjot vaginanya sampai berdecak-decak menimbulkan suara yang justru sangat merangsang. Ia hanya pasif dan diam saja saja menerima gempuranku.

Vaginanya terasa sangat licin dan ditambah lagi kondisi ototnya yang sudah kendor, maka gerakanku tidak memberikan kenikmatan yang maksimal. Kucabut penisku dan kuambil handuk untuk mengelap vaginanya supaya agak kering. Aku naik lagi ke atas tubuhnya. Kembali kuarahkan moncong meriamku ke sasaran. Kudorong pelan, meleset sampai beberapa kali. Kuangkat kedua kakinya dan kurenggangkan pahanya. Dengan tenaga penuh kudorong pantatku. Kini berhasil, dan langsung kugenjot dengan tempo perlahan saja. Lumayan, dalam keadaan dinding vagina kering begini baru bisa terasa nikmat.

Rina kembali bangkit nafsunya setelah beberapa menit beristirahat. Iapun kemudian mengimbangi permainanku dengan gerakan pinggulnya. Diganjalnya pantatnya dengan bantal sehingga kemaluannya agak naik. Kami berciuman dengan penuh gairah. Kaki kami saling menjepit dengan posisi silang, kakiku menjepit kaki kirinya dan kakinya juga menjepit kaki kiriku. Dalam posisi seperti ini dengan gerakan yang minimal dapat memberikan kenikmatan optimal, sehingga sangat menghemat tenaga.

Kami makin terbuai dengan gerakan masing-masing. Kini kedua kakinya menjepit kakiku. Ia memutar-mutar pinggul dan membuat gerakan naik turun. Aku meremas, memilin serta mengisap payudaranya. Kami bisa saling memberikan kenikmatan.

“Ouh.. Achch.. Mmmhh.. Ngngngnhhk” Rina mendesah tertahan.

Kugenjot pinggulku naik turun dengan irama tertentu. Kadang cepat kadang sangat lambat. Setiap gerakanku kubuat pinggulku naik agak tinggi sehingga penisku terlepas dari vaginanya, lalu kutekan lagi. Setiap penisku dalam posisi masuk, menggesek bibir vaginanya ia terpekik kecil. Kakinya bergerak dan kedua kakinya kujepit dengan kedua kakiku. Dalam posisi begini aku hanya menarik penisku setengah batang saja saja karena kalau sampai tercabut keluar susah untuk memasukkannya lagi. Namun keuntungannya jepitan vaginanya jadi sangat terasa.

Kami mengubah posisi lagi, kembali dalam posisi konvensional. Kedua kakinya kuangkat ke atas bahuku, lututnya menempel pada perutnya. Dengan bertumpu pada tangan kubiarkan tubuhku melayang tanpa menempel pada tubuhnya. Sepintas seperti gerakan orang sedang melakukan push-up.

“Rina.. Ouhh nikmat sekali, hebat sekali permainanmu.. ”

Kuperkirakan sudah setengah jam kami bercinta, tenaga sudah mulai berkurang sehingga kuputuskan untuk segera mencapai puncak. Kupercepat gerakanku dan gerakannya juga semakin liar.

“Ke atas sedikit yang.. Oooh,” pintanya. Kuturuti permintaannya. Aku menggeser tubuhku, sehingga penisku menggesek bagian atas vaginanya. Gesekan kulit penisku dengan klitorisnya terasa sangat nikmat.

Bunyi deritan ranjang, erangan, bunyi selangkangan dan paha beradu seakan-akan berlomba. Tubuh kami sudah basah oleh keringat yang membanjir. Dinginnya udara kamar tak terasa lagi. Kurasakan ada aliran yang menjalar dalam penisku. Inilah saatnya akan kuakhiri permainan ini. Rina terengah-engah menikmati kenikmatan yang dirasakannya.

“Rina.. Rin sebentar lagi aku mau keluar.. ”

Gerakanku semakin cepat hingga seakan-akan tubuhku melayang. Lututku mulai sakit.

“Ayolah Anto aku juga mmau kkel.. Uar. Kita sama-sama sampai”.

Ketika kurasakan aliran pada penisku tak tertahankan lagi maka kurapatkan tubuhku ke tubuhnya dan kulepaskan kakinya dari atas bahuku. Kakinya mengangkang lebar. Kuhunjamkan pinggulku dalam-dalam sambil memekik tertahan.

“Rina.. Ouh .. Sekarang.. Sekarang”.
“Ouh Anto aku.. Juga.. Keluar”.

Kakinya membelit kakiku, kepalanya mendongak dan pantatnya diangkat. Kurasakan denyutan dalam vaginanya sangat kuat. Kutembakkan laharku sampai beberapa kali. Giginya dibenamkan dalam di dadaku sampai terasa pedih. Napas kami masih tersengal-sengal, kucabut penisku dan menggelosor di sampingnya. Tangannya memeluk lenganku dan jarinya meremas jariku.

“Anto aku masih mau lagi, kita habiskan malam ini bersama-sama. Ayolah, kumohon.. Pleasse!” ia memintaku. “Sorry Rin, jangan malam ini. Bukannya aku tidak mau, tapi besok pagi-pagi aku akan keluar kota selama beberapa hari. Nanti aku akan memuaskanmu setibanya dari luar kota,” aku mengelak.

Rasanya badanku sangat lelah sehingga jika kuturuti permintaannya aku merasa tidak mampu lagi menandinginya. Rina kelihatan agak kecewa namun dia bisa menerima alasanku. Kami masuk kamar mandi, berpelukan dan berendam air hangat bersama-sama di bath tub sampai rasanya mau tertidur. Kemudian kami saling membersihkan tubuh masing-masing. Setelah berpakaian kukecup bibirnya, dia membalasnya dengan bernafsu, tapi kudorong tubuhnya dengan halus.

“Sudahlah Rin, nanti saja kita habiskan waktu kita bersama-sama sepanjang hari,” rayuku.

Kami keluar dari hotel dan berpisah di jalan dengan janji untuk bercumbu lagi setelah kembali dari luar kota.
 Film Bokep Online

Posted by: 233POKER.COM